Casts : Jiyeon, Kang Minhyuk, Jungshin, Taeyeon, Myungsoo
Other Casts : Find It By yourself
HAPPY READING ^^
***
Author POV
Jiyeon berjalan menyusuri lorong dorm barunya, -Ravenclaw- dengan perasaan berdebar-debar. Ia memperhatikan dinding tua lorong itu dengan perasaan takjub. Ia berhenti sejenak untuk melihat sebuah lukisan abstrak. Lukisan itu membentuk sebuah huruf R besar yang terlihat samar-samar. Ia memegang lukisan itu dengan hati-hati, seolah-olah, kanvas penuh warna itu adalah pustaka kerajaan yang harus dirawat baik-baik. Sekitar 10 menit Jiyeon berkeliling lorong itu, sampai ia melihat seorang perempuan di dekat jendela besar.
Ia berjalan menghampiri perempuan itu yang sedang fokus dengan tongkat dan ramuan yang dipegangnya. "Pe-permisi..." Jiyeon menyapa perempuan itu dengan hati-hati.
Dalam sekejab, ramuan yang dipegang perempuan itu jatuh. Jiyeon terkejut, begitu pula dengan perempuan itu. Perempuan itu berbalik dengan tampang kesalnya. "Yak!! Kau! Apa yang kau lakukan!!" Perempuan itu berteriak tepat di depan wajah Jiyeon. Bibir Jiyeon bergetar karena panik. "Ma..maafkan aku.. Aku tak sengaja.." Ia mulai menggigiti jari-jarinya.
Kebiasaannya saat ia sedang takut. Perempuan itu memejamkan matanya sejenak dan membuang napas dengan pasrah. "Tidak, aku yang salah.. Maafkan aku telah membuatmu takut" ucap perempuan itu. Jiyeon hanya diam, menunggu perkataan perempuan itu selanjutnya.
Perempuan itu mengucapkan sebuah mantra dan mengarahkan tongkatnya pada gelas kaca yang berisi ramuan tadi dan dalam sekejab, lantai tempat jatuhnya ramuan itu bersih seperti semula. Perempuan itu kemudian berbalik dan menatap Jiyeon dari ujung rambut hingga kaki. "Ah, kau.. Kau anak baru ya?" Tanya perempuan itu kemudian. Jiyeon mengangguk, "ne.."
"Ah jinjja??" Tanyanya. Kini matanya melebar, memperlihatkan bola matanya yang hitam murni. Jiyeon mengangguk dengan cepat. "Waa!! Selamat datang di Hogwarts Town!! Dan selamat datang di Asrama Ravenclaw!!" Yeoja itu menepuk-nepuk bahu Jiyeon dan kemudian pamit sebentar. Dengan kecepatan cahaya, perempuan itu pergi dari hadapan Jiyeon menggunakan sapu terbang kesayangannya.
"Hey! Teman-teman!!" Perempuan itu sampai di ruang umum, tempat berkumpulnya anak-anak Ravenclaw. "Ada apa, Queen?" Tanya Sungjae yang sedang asyik mengunyah pilus rasa sapi panggang. Semua orang yang berada di sana langsung diam memperhatikan perempuan itu. "Si anak baru sudah datang!!" Selama se per sekian detik, mereka semua hanya melongo. Yoona yang sedang asyik mengecat kukunya langsung mematung. Zelo yang sedang memakan cherry tomato langsung tersedak begitu mendengarnya. "M-mwo?!" Semuanya tampak terkejut dan mereka langsung bergerasak-gerusuk, membereskan barang-barang mereka dan pergi ke kamar mereka masing-masing. Perempuan itu, -Taeyeon- Queen of Ravenclaw alias leader asrama Ravenclaw, kebingungan melihat tingkah teman-temannya. "Ho? Ada apa ya?" Tanyanya lebih pada dirinya sendiri.
***
Jiyeon POV
Setelah menunggu sekitar 15 menit, akhirnya yeoja itu datang. Senyum terlukis di wajahnya yang tampak dewasa. "Hai, maaf telah membuatmu lama menunggu." Katanya sambil tersenyum. Aku hanya mengangguk dan membalas senyumannya. "Kajja, aku akan mengajakmu berkeliling." Ajaknya sambil mengendikkan dagunya ke arahku. Aku kembali mengangguk. Ia berjalan di depanku, menggiringku ke sebuah ruangan yang sangat besar.
Kami melewati tangga spiral dengan jendela yang terlihat anggun. Jendela itu dihiasi dengan gorden terbuat dari sutra berwarna biru dan perunggu yang terlihat elegant. Kami sampai di tempat yang mungkin ini adalah tujuan yeoja itu. "Nah, ini adalah ruang umum kami." Aku menengadahkan kepalaku, menatap langit-langit ruangan yang bebas dari sarang laba-laba mengerikan. Langit-langit ruang itu dicat dengan pola bintang yang sangat indah.
Ruangan ini sama tuanya dengan lorong di depan tadi. Tapi menurutku, ruangan ini lebih terasa horor dibanding lorong di depan sana. Aku mengitari ruangan tersebut sambil terkagum-kagum. Tapi ada satu benda yang membuatku heran. Di dekat perapian, ada patung kepala elang yang -menurutku- terbuat dari emas murni. Aku mendekati patung itu dan baru saja ingin menyentuhnya ketika tiba-tiba suara yeoja itu menghentikan gerakan tanganku. "Ah! Tolong! Jangan sentuh benda itu!" Aku langsung menurunkan tanganku dan berbalik ke arahnya dengan perasaan setengah kaget. "Tolong... Jangan... Sentuh... Benda... Itu..." Ulang yeoja itu dengan nada putus-putus.
Aku mengangguk sambil perlahan menyingkir dari wilayah patung itu.
"Lebih baik kita pergi ke taman. Taman itu adalah tempat favorit kami. Kajja, akan kutunjukkan padamu." Ajak yeoja itu. "Oh ya, kita belum berkenalan. Kenalkan, aku Taeyeon, leader Ravenclaw." Ia mengulurkan tangannya. Aku meraihnya, "Park Ji Yeon imnida.." Aku tersenyum ke arahnya. "Baiklah, ayo kita ke taman!" Ajaknya dengan semangat.
Saat kami sampai di taman, aku langsung menyukai tempat ini. Bagaimana tidak? Taman ini benar-benar terasa damai! Dimana-mana dipenuhi dengan tanaman-tanaman hijau dengan bunga warna-warni. Kupu-kupu berterbangan seakan ia menari bersama angin. Burung-burung berkicau layaknya sekelompok paduan suara. Semua ini benar-benar menenangkan jiwa siapapun. Belum lagi suara air mancur yang terletak di tengah-tengah taman.
Suaranya airnya yang mengucur menyejukkan hati.
Aku berjalan ke arah kursi taman yang terletak di samping air mancur. Taeyeon eonni mengikutiku sambil melihat sekeliling. Seperti sedang mencari sesuatu. "Eonni, apa yang kau cari?" Tanyaku padanya. Ia tampak terkejut karena selanjutnya ia berkata dengan terbata-bata. "A-aniyo... Tidak ada!" Ia mengibaskan tangannya sambil tersenyum gugup.
Aku memperhatikan sekeliling, berharap menemukan sesuatu yang mencurigakan. Dan benar saja, setelah beberapa menit aku dan Taeyeon eonni hanya berdiam diri, tiba-tiba terdengar suara aneh dari sebuah rumah pohon -yang baru kusadari keberadaan benda itu-. Kulihat wajah Taeyeon eonni menjadi kesal. Aku memperhatikan rumah pohon itu dengan seksama dan menajamkan pendengaranku.
Tiba-tiba, sepasang kaki terlihat dari jangkauanku. Aku terkejut dan langsung menutup wajahku. "Kya! Eonni! Apa itu?!" Tanyaku panik. Entahlah, mungkin karena masih ada hawa horor yang terbawa dari dalam sehingga jantungku lebih waspada dengan hal yang muncul secara tiba-tiba
Taeyeon eonni tertawa. "Hahaha! Tenang saja Jiyeon-ssi. Itu hanya kaki Minhyuk! Ah jinjja, wajahmu sangat lucu!" Aku cemberut melihat Taeyeon eonni yang tertawa dengan puas. Pasti mukaku sudah sangat merah!
"Hahaha! Minhyukkie! Ke sini kau!" Perintah Taeyeon eonni pada namja bernama Minhyuk yang sialnya telah mengagetkanku. Minhyuk keluar dengan tampang datar dan turun menggunakan tangga besi. "Wae, eomma?"
"Yak!! Aku bukan eomma-mu!!"
"Tapi aku mau kau menjadi eomma-ku.."
"Aniyaa!!"
"Wae??"
"Aish!! Sudahlah! Jiyeon-ssi, sini..."
Setelah aku hanya memperhatikan keduanya dengan tampang ada-apa-ini, Taeyeon eonni memanggilku dan menyuruhku ke tempatnya. Aku berjalan menghampiri keduanya. "Ne, eonni?" Taeyeon eonni berbisik padaku, "perkenalkan dirimu padanya." Ucap Taeyeon eonni. Aku mengangguk.
"Annyeong.. Perkenalkan namaku, Park Ji Yeon." Aku mengulurkan tanganku di hadapannya sambil seberusaha mungkin memperlihatkan senyum terbaikku saat itu. Minhyuk hanya melirik tanganku sebentar lalu menatap Taeyeon eonni dengan tatapan bertanya.
Taeyeon eonni menghela napasnya dengan berat. "Dia memperkenalkan dirinya padamu, Minhyuk-ah." Jawab Taeyeon eonni. Mwo? Apa dia tidak mengerti apa yang aku bicarakan? Baiklah, akan kuulangi. "Annyeong.. Perkenalkan namaku Park Ji Yeon.." Ucapku dengan tempo yang lebih lambat. Dia mengerutkan dahinya, sepertinya sedang berpikir. Lalu dia tertawa, "Park... Ji.. Yeon?" Ucapnya dengan tawa disela-selanya.
Aku mengangguk dengan heran. "Park Jiyeon!! Salam kenal!! Aku... Kang... Min.. Hyuk! Hehehe!" Ia menjabat tanganku dengan kedua tangannya yang menjabat tanganku dengan erat. "Ne! Ne! Kang Minhyuk!" Ucapku sambil berusaha melepaskan tanganku darinya. Kulihat dia terpaku sejenak. "Woaah! Eomma! Kau dengar? Dia menyebut namaku!! Woaah!!" Ia lalu melepaskan tangannya dan meloncat-loncat sambil bertepuk tangan riang. Kerutan di dahiku semakin dalam. Ada apa dengan dia sebenarnya?
Aku melirik Taeyeon eonni yang menggeleng-geleng pasrah. Tapi senyuman tak luput dari wajahnya. "Sudahlah.. Kau kembali saja ke rumah pohon kesayanganmu itu." Ucap Taeyeon eonni kemudian. Minhyuk mengangguk dengan riang. "Ne eomma! Annyeong Jiyeon ahjumma! Annyeong eomma!!"
MWO?! Ahjumma katanya?!
"YAKK-" aku hendak memprotes saat tangan Taeyeon eonni menghentikan gerakan mulutku. "Sst! Biarkan saja!" Bisiknya pelan. Aku menghela napas panjang dan mengerucutkan bibirku. Huh! Kesal!
***
Author POV
"Mwo?" Jiyeon terkejut saat mendengar cerita dari Taeyeon tentang sikap Minhyuk belakangan ini. "Ne, Jiyeon.. Dia.. Dia mengidap cacat mental.. Usianya memang 21 tahun..
Tapi karena ada suatu masalah yang melibatkan otak, pikiran dan hatinya... Yah, jadi beginilah dia.." Taeyeon menjelaskan dengan tatapan sendu. Jiyeon hanya bisa diam sambil memainkan rumput di dekat kakinya. "Aku tak tau bagaimana cara agar ia kembali menjadi normal.." Taeyeon menatap rumah pohon sambil lagi-lagi menghela napasnya. "Kalau boleh tau... Masalah apa yang membuatnya seperti itu, eonni?" Tanya Jiyeon dengan hati-hati. Taeyeon menggeleng pelan. "Aku tak mau mengingat hal itu lagi.. Kalau kau mau.. Kau bisa mencari informasi di perpustakaan." Ucap Taeyeon. Jiyeon mengangguk. "Arrasseo.."
Esok harinya, Jiyeon berjalan dengan tergesa-gesa menuju perpustakaan. Ia benar-benar tak sabar ingin melihat informasi tentang masalah Minhyuk. Saat membuka pintu perpustakaan, hening menghampirinya. Perpustakaan itu benar-benar sepi, tidak ada orang satupun.
Jiyeon menghampiri meja ibu penjaga perpustakaan dan menanyakan buku sejarah tentang asrama Ravenclaw. Ibu penjaga perpustakaan mengarahkan tongkatnya pada rak-rak buku dan menarik salah satu buku lalu meletakkannya di depan Jiyeon. "Gamsahamnida.." Jiyeon kemudian menduduki salah satu kursi yang sedikit berdebu.
Selama berjam-jam Jiyeon tidak menemukan data mengenai Minhyuk karena buku itu sangat tebal. "Aiiishh!! Tidak ada, apa yang harus kulakukan?" Jiyeon mulai putus asa mencarinya. Hingga tiba-tiba, sebuah buku yang mencuat di antara buku-buku lain menarik perhatian Jiyeon. Jiyeon mengambil buku itu lalu meniupnya agar debu-debu yang menempel hilang. Jiyeon terbatuk-batuk saat debu-debu itu terhisap oleh hidungnya. "Uhuh! Uhuk! Eoh, buku ini tipis sekali.."
Jiyeon mengibas-ngibaskan buku itu dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya menutup hidung dan mulutnya. Tiba-tiba selembar kertas keluar dari buku itu. "Eoh?" Jiyeon mengerutkan dahinya dan segera mengambil kertas itu. Rupanya itu adalah robekan kertas koran. Jiyeon membulatkan matanya ketika menangkap foto dan nama seseorang yang terasa familiar dengannya. "Eoh!! Aku menemukannya!!" Dengan cepat, Jiyeon pergi dari perpustakaan itu dan pulang ke dorm-nya.
***
Jiyeon POV
Aku memasuki kamarku dengan hati-hati. Teman sekamarku, Min eonni dan Ara eonni sedang tidur. Aku berjingkrak-jingkrak saat melewati kasur mereka. Jangan sampai aku membangunkan mereka. Aku mengambil lampu belajar berbentuk bulat dan mengocoknya agar menyala. Aku membaca kertas koran itu dengan seksama.
"...Kang Minhyuk. Murid yang dulu dianggap cerdas kini memiliki kelainan yang sangat mengejutkan seluruh murid-murid di Hogwarts Town. Ia terkena kelainan cacat mental dimana ia merasa dirinya adalah seorang laki-laki berumur 10 tahun..."
Aku membaca sekilas tulisan di kertas itu. Aku tak tau harus berbuat apa. Apakah membantunya? Atau berdiam saja? Akh! Kenapa juga aku harus pusing memikirkan namja itu! Sudahlah, aku baru kenal dengannya. Aku tak mengenalnya seperti mengenal eomma dan appa-ku kan? Lebih baik aku melupakan ini semua dan pergi tidur.
Siraman sang mentari yang mengenai wajahku membuatku terpaksa bangun dari tidurku yang nyenyak ini. Aku memicingkan mataku dan melihat sekeliling. "Eoh? Kemana Min eonni dan Ara eonni?" Tanyaku dengan nyawa yang belum terkumpul. Aku duduk di pinggir kasurku dan berjalan keluar. Di luar sama sepinya seperti di kamarku. Bahkan tidak ada orang. Ah sudahlah, mungkin mereka sedang berolahraga atau apalah. Aku meneguk segelas penuh air putih dan kembali ke kamarku. Aku melirik jam yang terletak di meja belajarku. Jam 08.00. Masih sangat pagi ternyata.
Tapi... Tunggu... Hari apa sekarang? Aku melirik kalender yang digantung di dinding kamar. Hari Senin.
Omo!! Aku terlambat!! Aku bergegas menuju kamar mandi dan dengan secepat kilat membersihkan seluruh anggota tubuhku. Saat selesai membereskan buku-buku mata pelajaran aku langsung keluar dan berlari menuju lapangan. Aku terlambat 1 jam! Aiishh! Saat tiba di lapangan, aku menyelinap dengan perlahan-lahan di barisan paling belakang. Hah..
Sepertinya aku sudah aman.
"Ekhem. Nona... Park Jiyeon." Deg! Suara madam memanggil namaku dari microphone. Aku menundukkan kepalaku tapi lagi-lagi suara itu memanggil namaku. "Nona Park Jiyeon." Kini semua mata tertuju padaku. Aku menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak terasa gatal. "Anda salah barisan." Okey, ini benar-benar memalukan.
Aku menundukkan badanku sekilas ke arah madam dan berjalan, hm.. Ralat, setengah berlari ke barisanku. Min eonni yang berada di barisan paling belakang berbisik kepadaku. "Tadi aku sudah membangunkanmu, tapi kau tidak bangun juga.." Bisik Min eonni. Aku memukul dahiku perlahan. "Mianhaeyo eonni.. Aku memang susah dibangunkan seperti itu.." Ujarku memelas.
"Ne, ne, gwaenchana.." Ucap Min eonni. "Baiklah, saya kira cukup pidato dari saya hari ini.. Saya harap, sekolah kita tercinta dapat kembali seperti dulu. Saya tidak mau melihat ada pertengkaran atau saling menjelek-jelekkan satu sama lain. Mengerti?" Suara Madam menghentikan pembicaraanku dengan Min eonni. Pertengkaran? Menjelek-jelekkan? Apa iya? Yang aku tau... Sekolah ini dikenal dengan kekompakannya. Bagaimana mungkin? Selagi aku melamun, ternyata murid-murid lain sudah bergerak menuju kelasnya. Aku tersadar setelah Min eonni memanggilku. "Jiyeonni! Kajja!" Aku langsung mengikutinya dari belakang.
Aku terkejut saat mengetahui tempat aku belajar mirip dengan gudang. Aku melihat sekelilingku dengan perasaan bingung. "Eonni, kita tidak salah kelaskan?" Tanyaku pada Min eonni yang langsung duduk di kursi dekat jendela. "Hm? Tentu saja tidak. Sini, kau duduk saja di belakangku."
Aku menurutinya dengan perasaan yang masa-sih-ini-kelasnya. Aku duduk dan memperhatikan dinding-dinding yang catnya pudar dimakan waktu. Meja-meja yang dicoret dengan kata-kata yang tidak sopan menurutku.
Tiba-tiba, pintu kelas terbuka dan masuklah seorang namja yang mukanya sedikit sangar. "Yak Jungshin-ssi! Bisa tidak kau tidak membanting pintu seperti itu?!" Min eonni memukul meja sambil berdiri dengan kasar. Namja itu, -Jungshin sunbaenim- hanya melirik Min eonni lalu berjalan menuju kursinya. Kulihat wajah Min eonni semakin kesal, tapi dia lebih memilih diam daripada meladeni namja itu. Aku mengunci mulutku rapat-rapat. Jangan sampai aku membuat masalah di sini. Tapi aku benar-benar tak tahan dengan situasi kelas seperti ini! Guru sedang mengajar tapi murid namja malah bermain bola di belakang atau saling melempar kertas dan makanan satu sama lain. Sedangkan yang yeoja, mereka lebih banyak memanikur kuku-kuku mereka dibanding memperhatikan pelajaran. Sepertinya yang memperhatikan pelajaran di kelas ini hanya aku, Min eonni, YooAra eonni dan... Kang Minhyuk? Sejak kapan dia ada di sini?
Aku diam-diam memperhatikannya yang sibuk menulis. Entah apa yang ia tulis sehingga membuatnya terlihat serius sekali. Tiba-tiba, Jungshin sunbaenim menghampirinya dan mengambil buku itu dari tangan Minhyuk. "Ah!" Kulihat Minhyuk memprotes dan berusaha mengambil buku itu dari tangan Jungshin sunbae tapi kepala Minhyuk ditahan oleh tangan Jungshin sunbae. Kemudian, Jungshin sunbae membaca keras-keras apa yang ditulis oleh Minhyuk.
"Pagi ini aku makan pancake madu dengan parutan keju di atasnya. Rasanya sangat enak! Pancake ini membuatku rindu pada eomma. Eomma.. Aku rindu padamu.." Jungshin sunbae membacakan itu dengan muka dibuat-buat, menimbulkan kesan mengejek. Semua orang tertawa. Kecuali aku, Min eonni dan YooAra eonni tentunya. Entah kenapa, melihat itu aku merasa kesal. Enak saja mereka mengejek orang seperti Minhyuk!
Aku bangkit dari kursiku dan langsung merebut buku milik Minhyuk dalam diam. Jungshin sunbae menatapku dengan pandang siapa-kau-seenaknya-saja. Huh, aku tak mempan dengan tatapan seperti itu. Aku mengembalikan buku itu pada Minhyuk yang segera mendekap buku itu dengan erat. Aku kembali duduk di kursiku. Min eonni menoleh ke arahku dan berbisik. "Bagus Jiyeon-ah!" Lalu mengacungkan kedua jempolnya padaku. Aku hanya tersenyum tipis.
Tiba-tiba, kurasakan sesuatu yang lembek di leherku. Aku memegangnya dan.. Ew.. Permen karet? Aku menoleh ke belakang dan serbuan makanan-makanan lainnya mengenai tubuhku. Mulai dari susu, telur mata sapi hingga saos sambal. Aku berusaha menyingkirkan semua itu dengan tangan-tanganku tapi percuma, serangan itu semakin banyak. Aku diam di tempatku dan menundukkan kepalaku agar aku tetap bisa mengambil napas. Mereka menyerangku dengan tawa puas yang keluar dari mulut hina mereka. Tapi tiba-tiba, kurasakan serangan-serangan itu tak lagi menghujam tubuhku. Aku menoleh ke belakang dan mendapati Minhyuk sudah berdiri di sampingku, berusaha melindungiku.
"JANGAN SAKITI, AHJUMMA-KU!!!" Teriaknya dengan amarah yang memuncak. Aku ternganga melihatnya yang berani melakukan itu, untukku.
Semua orang di sana menatap Minhyuk dengan tatapan tak percaya bercampur kaget. Bahkan guru yang tadinya sedang sibuk menulis di papan tulis, menengok ke arah kami. "Wah, kau sudah berani berteriak kepadaku, bocah idiot?" Jungshin sunbae menekankan suaranya pada kalimat bocah idiot. Kulihat mimik Minhyuk kembali ketakutan. Aku berdiri dari kursiku dan menhampiri Jungshin sunbae yang menatap kami dengan pandang berani-apa-kau.
Aku memandangnya dari ujung rambut hingga ujung kakinya. “Kau tau…” aku sengaja menghentikan kalimatku. Menatap Jungshin sunbae langsung ke manik matanya. “Hanya lelaki pengecut yang bisanya hanya bermain kasar pada orang seperti Minhyuk. Kalau begitu, otakmu tidak sebanding dengan otak Minhyuk. Ah, salah. Bahkan otakmu lebih rendah ketimbang Minhyuk.” Aku menekankan kalimat terakhir dan melanjutkan. “Kalau ingin bertengkar, cobalah menggunakan otak, sunbaenim..” Aku menunjuk pelipisku dan tak lupa tentunya, tersenyum kemenangan melihat dia hanya diam. Mungkin Ia menyadari bahwa perkataanku benar.
Tak menunggu jawabannya, aku segera mengambil tasku dan berjalan kearah pintu. “Maaf, lebih baik aku keluar dari kelas ini.” Aku berkata pada guru itu yang entahlah siapa namanya. Guru itu hanya mengangguk. Kemudian aku keluar kelas, menoleh sebentar, menatap Minhyuk dengan kesal. “Yak, kajja!” ajakku sambil mengendikkan daguku ke arahnya. Ia terlihat bingung kemudian cepat-cepat mengambil tasnya dan keluar dari kelas mengikutiku. “Hyung, kalau aku menjadi kau, aku malu sekali. Bayangkan saja! Kau dikalahkan oleh seorang yeoja. Terlebih lagi dia anak baru! Hahaha!” Kudengar salah satu komentar dari teman-teman Jungshin sunbae. “Yak! Diam kau, bodoh!”
***
Author POV
Minhyuk memandang Jiyeon yang sedang membersihkan bajunya. Entah kenapa, ada perasaan aneh yang menyusup ke hatinya yang kosong. Ia hendak menghampiri Jiyeon namun mengurungkan niatnya dan memilih untuk tidur di sofa kesayangnnya.
***
Sedari tadi Jiyeon hanya duduk memandang Minhyuk yang terlelap. Wajah tidurnya entah kenapa membuat hati Jiyeon tenang. Ia kemudian bangkit dari kursinya dan membuka-buka buku di rak milik Minhyuk. Jiyeon mengambil sebuah buku yang terasa mencolok dan membaca. "Eoh? Buku harian Minhyuk?" Jiyeon segera membukanya dan membacanya.
"Tanggal 12 Januari 2013,
Aku kembali melihatnya di Asrama kami. Entah apa yang diincarnya. Aku mencoba mengikutinya. Ternyata Ia pergi ke ruang umum kami.
Aku benar-benar terkejut saat Ia menekan patung elang berwarna emas -yang selalu membuatku curiga- lalu terbukalah sebuah lorong kosong yang menghubungkan dengan menara. Seperti dugaanku, ia ingin mengambil harta berharga milik kami. Mahkota yang diberikan oleh Madam, kepala sekolah kami karena kami berhasil memecahkan rekor Asrama terbaik selama 3 tahun berturut-turut. Aku heran apa yang menyebabkan ia begitu benci pada kami. Aku terus mengikutinya hingga tiba-tiba kakiku tersandung lantai kayu yang agak mencuat dari tempatnya semula.
Dan ia pun melihatku. Sialnya, ia berhasil kabur dari tempat ini. Sementara saat aku kembali dan menceritakan kejadian ini keesokan harinya, semua orang tidak percaya dan malah membenciku.
Aku berusaha memberi tahukan ini pada Madam, tapi Madam hanya mentertawakanku, 'mwo? Hahaha! Itu tidak mungkin, Minhyuk-ssi! Kau tau? Dia adalah idola sekolah kita. Tidak mungkin Ia melakukan hal itu!' Akhirnya aku kembali ke Asrama tanpa hasil apa-apa. Aku putus asa. Semua orang mecemoohku. Menatapku seolah sambil berkata, 'hey kau anak idiot! Pergi saja kau dari sini! Kau menimbulkan masalah!’.
Ya, memang, aku si pembuat onar. Aku si pembuat masalah. Aku yang menyebabkan asrama ravenclaw dipandang rendah. Karena mereka menampung murid sepertiku. Murid ‘idiot’. Dan ‘dia’ hanya tersenyum polos seolah tak terjadi apa-apa. Baiklah, aku akan menjadi seperti apa yang mereka bilang. Anak idiot."
Jiyeon tak kuasa menahan tangisnya saat membaca buku harian Minhyuk. Ia lalu menutup buku itu dan menghampiri Minhyuk yang sedang tertidur. Ia duduk di samping Minhyuk lalu menatap foto-foto Minhyuk yang berserakan.
Foto Minhyuk dengan wajah ceria dan tampan, memegang sebuah piala penghargaan dari pemerintah setempat karena berhasil memecahkan mantra misterius beberapa tahun lalu. Kemudian Jiyeon memeluk Minhyuk, ia berbisik, "Minhyuk-ah... Aku janji... Aku akan membantumu menyelesaikan masalah ini.. Dan aku berjanji, aku akan menunjukkan kepada mereka semua, bahwa kau adalah orang yang baik! Kau orang yang jujur! Kau cerdas! Bukan anak idiot. Bukan anak bodoh. Kau punya otak, Minhyuk-ah... Kau pasti bisa. Biarkan mereka membencimu kalau yang kau lakukan benar. Aku.. Aku akan membantumu... Aku berjanji." Jiyeon membisikkan kata-kata itu tepat di telinga Minhyuk dengan tangis yang tanpa sungkan terus keluar. Dalam diam, Minhyuk ikut menangis karena sebenarnya Ia sudah bangun semenjak tadi dan mendengar semuanya. 'Aku pegang janjimu, Jiyeonni... Terima kasih… Ahjumma-ku..’
***
Jiyeon berjalan dengan hati-hati. Ia sedang menuju ruang umum untuk membuktikan bahwa apa yang dikatakan Minhyuk benar. Ia menuju arah patung elang dan menekannya sehingga tembok di sebelahnya terbuka. “aku sudah merasa ada hal yang aneh dengan patung ini” ujar Jiyeon. Lalu Jiyeon masuk ruangan gelap itu berbekal satu buah lilin. Saat Jiyeon hamper sampai di menara, Ia mendengar percakapan seseorang samar-samar. Jiyeon berhenti, Ia segera bersembunyi di balik patung-patung hiasan. Napasnya tersengal-sengal. Ia menajamkan pendengarannya dan tetap diam. “Yak, hyung! Apa ini tidak apa-apa? Bagaimana kalau kita ketahuan?”
“Ah.. kau ini, cerewet sekali! Seperti anak perempuan! Kau hanya perlu memusnahkan mahkota ini!
Mengerti tidak?!”
“A..a.. ne, hyung..”
“Bagus! Sekarang, bantu aku memindahkan kotak-kotak ini!”
“Baiklah, hyung..”
“ah, Myungsoo-ah..”
“ne?”
“Lebih baik kau periksa tempat ini dulu, apakah sudah aman atau belum..”
“baik, hyung.”
***
Jiyeon POV
Sial! Dia berjalan ke arahku! Bias mati aku! Aku meraba-raba kantong celanaku dan tidak menemukan tongkatku di sana. Aish! Tongkatku tertinggal! Aku hanya bias berdoa pada tuhan untuk menyelamatkan nyawaku. Tinggal sedikit lagi… dan…
PLAK!!!
Aku melihat tubuh Myungsoo tergeletak di lantai. Aku terkejut saat melihat ternyata Minhyuk yang sudah memukulnya menggunakan tongkat. “Mi-Minhyuk?!” Ia tersenyum sekilas. “sst, ahjumma.. Aku tidak mungkin membiarkanmu melawan Yesung hyung dan komplotannya.” Ucapnya dengan kalem. “Ja-jadi… kau sudah sadar?” aku bertanya seperti orang bodoh. Sudah jelas Ia pasti sudah sadar! Ia tertawa, “tentu saja, ahjumma.. Aku sudah sadar, dan aku mendengar semuanya.” Minhyuk memperlihatkan deretan giginya yang putih bersih. Kurasakan wajahku memanas, “lalu, kau mendengarku menangis?” pertanyaan macam apa itu, Jiyeon! Babo!
Ia mengangguk, “ne, kau menjadi seperti wanita kalau sudah seperti itu..” aku memukulnya perlahan. “Yak! Kau! Jadi kau menganggapku apa selama ini?!” huh, Minhyuk memang menyebalkan! “dulu kau ahjumma-ku. Sekarang.. yeojachingu, ne?” lagi-lagi wajahku memerah. “kau mau bukan?” Tanya Minhyuk. Aku bingung. Kenapa tiba-tiba dia…. Ah! Sudahlah, pikirkan nanti saja! Tiba-tiba, terdengar suara seperti kaca pecah. Aku menoleh dan melihat Yesung sunbae sudah tidak ada di tempatnya. Sial! Dia kabur lagi!
Aku dan Minhyuk segera berlari mengejarnya. Di saat kami mengejarnya, keajaiban pun datang. Yesung sunbae tersandung batu dan kemudian jatuh sehingga aku dan Minhyuk menangkapnya lebih mudah. Kena kau, Yesung sunbae!
***
Kisahku pun selesai. Minhyuk oppa –ekhm yang ternyata lebih tua dariku- kembali dihargai oleh yang lain. Dan dia, menjadi namjachingu-ku. Sekolah baruku, Hogwarts kembali menjadi sekolah favorit. Asrama Ravenclaw kembali menjadi asrama yang terpandang. Dan tentunya, kami semua menjadi bersahabat. Tak ada lagi pertengkaran. Tak ada lagi menjelek-jelekkan satu sama lain. Kita semua sama, bagian dari Hogwarts. Sudah sepantasnya kami saling berbagi suka maupun duka. Berteman dengan semua. Bahkan kalau perlu, menjadi sahabat. Tak ada permusuhan. Tak ada kebencian.
Minhyuk oppa memberiku sebuah gambar matahari yang lucu. Ia duduk di sebelahku. Memandang langsung ke manik mataku. Dan berkata, “Terima kasih, telah mencairkan es-ku, mentariku.”
THE END
No comments:
Post a Comment